"Namira!" Panggil Iqbaal dari depan pagar rumah sahabatnya. Namira pun bergegas memenuhi panggilan Iqbaal. "Namira, main, yuk! "
"Ayo! Aku udah siapin papan catur di rumah." Namira membukakan pagar dan mempersilahkan Iqbaal untuk masuk. Mereka langsung menyambar papan catur yang sudah disiapkan Namira.
"Skakk!!! Hahaha, belum apa - apa kamu sudah kena!" Canda Iqbaal.
"Ih, Iqbaal curang! Dimana - mana tentara itu majunya satu langkah. Kamu berapa langkah?!" Kata Namira agak jengkel.
"Iya, deh... Nanti habis main catur, kita main petak umpet, yuk!" Kata Iqbaal. Mereka berdua berbain catur sampai akhirnya Namira yang menjadi pemenangnya.
"Itulah karma orang curang!" Kata Namira. Mereka saling bertatapan mata, diam, dan tersenyum - senyum tak jelas. "Jaga!" Namira memukul pundak Iqbaal dan langsung lari. Iqbaal ikut berlari mengejar Namira. Namira berlari sekencang mungkin sampai menemukan tempat persembunyian yang aman. Di bawah kursi taman.
"Namira! Namira! Naamira! Kamu nggak lucu, deh... Kamu dimana, sih?!" Iqbaal memanggil - manggil Namira. Ia memutuskan untuk beristirahat di bangku taman sambil menunggu Namira menyerah. "Duu...t" Iqbaal mengeluarkan gas amoniak dari perutnya. Otomatis Namira yang berada di bawah bangku tak tahan.
"Iqbaal!! Tega ya lu kentutin temen sendiri!" Namira keluar dari tempat persembunyiannya dan memukul - mukul Iqbaal. Sejak saat itulah kursi taman menjadi tempat bertemu mereka setiap hari.
"Ayo! Aku udah siapin papan catur di rumah." Namira membukakan pagar dan mempersilahkan Iqbaal untuk masuk. Mereka langsung menyambar papan catur yang sudah disiapkan Namira.
"Skakk!!! Hahaha, belum apa - apa kamu sudah kena!" Canda Iqbaal.
"Ih, Iqbaal curang! Dimana - mana tentara itu majunya satu langkah. Kamu berapa langkah?!" Kata Namira agak jengkel.
"Iya, deh... Nanti habis main catur, kita main petak umpet, yuk!" Kata Iqbaal. Mereka berdua berbain catur sampai akhirnya Namira yang menjadi pemenangnya.
"Itulah karma orang curang!" Kata Namira. Mereka saling bertatapan mata, diam, dan tersenyum - senyum tak jelas. "Jaga!" Namira memukul pundak Iqbaal dan langsung lari. Iqbaal ikut berlari mengejar Namira. Namira berlari sekencang mungkin sampai menemukan tempat persembunyian yang aman. Di bawah kursi taman.
"Namira! Namira! Naamira! Kamu nggak lucu, deh... Kamu dimana, sih?!" Iqbaal memanggil - manggil Namira. Ia memutuskan untuk beristirahat di bangku taman sambil menunggu Namira menyerah. "Duu...t" Iqbaal mengeluarkan gas amoniak dari perutnya. Otomatis Namira yang berada di bawah bangku tak tahan.

*****
Setahun kemudian, seperti biasa Iqbaal menunggu Namira di bangku taman. Cukup lama Ia menunggu. Ia menggambil kerikil yang ada di sekitarnya dan menuliskan nama 'Iqbaal' di sisi kanan bangku dan 'Namira' di sisi kiri bangku.
"Sudah lama menunggu?" Akhirnya namira datang. Ia datang dengan bunga mawar di tangan dan surat yang diikatkan dengan pita merah. Raut wajahnya tak seceria biasanya. Dia juga membawa kalung berwarna hitam yang dibuatnya sendiri yang langsung dipakaikannya pada Iqbaal.
"Enggak terlalu lama, kok. Bunga dari siapa itu? Hayo... dari pacarnya, ya?" Goda Iqbaal.
"Ini buat kamu, Baal...." Jawab Namira. Air matanya mulai berjatuhan membasahi pipinya."Maaf, aku harus pergi..." Ayah Namira menjemputnya. Namira meninggalkan Iqbaal sendirian di taman. Iqbaal pun menangis sampai malam tiba. Dibukanya surat itu yang isinya....
"Dear my best friend!
Hari Ini aku harus pergi. Mungkin kita akan terpisah jauh. Tapi aku ingin hati kita tetap bersatu. Aku ingin persahabatan kita yang terjalin sejak kecil ini tetap bertahan selamanya. Aku ingin kita bersama lagi.... I WILL MISS YOU!"
*****
Lima belas tahun kemudian, Iqbaal masih menunggu Namira pada jam dan tempat yang sama. Bahkan bunga mawar dan kelopaknya masih ia simpan beserta surat yang masih menempel di tangkainya. Ia terlalu percaya pada Namira dan berharap ia kembali untuk menemuinya. Dia terus menunggu hingga akhirnya ia sadar. Tidak ada gunanya menunggu tanpa melakukan sesuatu.
Keesokkan harinya, Iqbaal terpaksa bolos kerja demi mencari Namira hanya bermodalkan foto. Dengan sepeda motornya, ia pergi mencari Namira.
"Pak, pernah lihat orang ini, nggak?" Tanya Iqbaal pada salah satu pejalan kaki. Dan setiap orang yang ditanya jawabnya sama "Tidak tahu"
Iqbaal mencarinya sampai sore. Ia memutuskan untuk pulang dengan perasaan kecewa. Berjalan tak tentu arah dengan dia kata yang terus berputar di kepalanya."Dimana Namira?"
Tiba - tiba ada sebuah mobil yang melaju kencang dari belakangnya."Brak!" Mobil itu menabrak Iqbaal. Darah pun bercucuran dari kepalanya. Salah satu penumpang keluar. Ternyata ternyata itu adalah seorang wanita yang sudah tidak asing lagi di matanya. "Namira...." Panggilnya.
"Iqbaal.....nggak nyangka kita ketemu disini." Kata Namira. Airmatanya berjatuhan membasahi tubuh Iqbaal. Sedangkan bagi Iqbaal, melihat Namira sudah cukup untuk mengobati rasa sakitnya.
"Telah lama aku menunggumu, dan aku percaya kamu akan kembali..." Kata Iqbaal.
"Maafin aku, baal...." Kata Namira dengan penuh airmata. Iqbaal hanya tersenyum, menandakan bahwa penantiannya telah usai dan waktunya berpisah untuk selamanya.
Written by : Haniya Alviyanditia
Inspired by : The Rain - Bermain Dengan Hatiku
2 komentar:
bagus cerpennya (y)
terharu bangeet dech
Posting Komentar